ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)
Ujian yang paling besar bagi laki-laki adalah wanita.
Demikian Rasulullah r telah mengingatkan dalam sebuah haditsnya. Karena
itu Islam memberi rambu-rambu yang sangat ketat dalam mengatur hubungan
dua lawan jenis ini. Tujuannya, tentu, untuk memuliakan kedua belah
pihak, laki-laki dan wanita.
Allah I menciptakan dua jenis manusia, Adam (pria) dan Hawa (wanita),
yang secara fitrah keduanya saling tertarik satu dengan lainnya. Si
pria tertarik, cenderung dan senang dengan wanita. Sebaliknya, wanita
juga punya ketertarikan, kecenderungan dan rasa senang terhadap pria.
Bapak manusia, Nabi Adam u, merasa kesepian tatkala Allah I belum
menciptakan Hawa sebagai pendamping hidupnya. Yang demikian ini juga
menimpa anak cucu Adam. Ketika usia dan kebutuhan telah menuntut, mereka
saling membutuhkan teman hidup dari lawan jenisnya, dan ini fitrah
manusia.
Karena kuatnya daya tarik pria dan wanita, agama yang samhah –agama yang
mudah dan tidak memberikan beban yang berat bagi pemeluknya– ini
menetapkan aturan-aturan agar keduanya terjaga dan tidak melanggar
batasan Ilahi. Bila aturan itu tidak diindahkan, maka yang terjadi
adalah fitnah. Fitnah ini bisa menimpa pihak pria, bisa pula menimpa
pihak wanita, atau bahkan kedua-duanya. Yang dimaksud dengan fitnah di
sini adalah sesuatu yang membawa kepada ujian, bala`, dan adzab.
Rasulullah r bersabda tentang fitnah wanita:
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi
laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah
menjadikan kalian berketurunan di atasnya, lalu Dia akan melihat
bagaimana kalian berbuat. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan
hati-hatilah terhadap wanita, karena awal fitnah yang menimpa Bani
Israil dari wanitanya.” (Shahih, HR. Muslim)
Shahabat Rasulullah r bernama Abdullah bin Mas‘ud z berkata: “Ada
seorang laki-laki mencium seorang wanita yang bukan mahramnya. Dengan
penuh sesal laki-laki itu mendatangi Rasulullah r mengadukan maksiat
yang telah diperbuatnya. Maka turunlah ayat Allah:
“Dirikanlah shalat pada dua ujung siang dan akhir dari waktu malam.
Sesungguhnya kebaikan itu akan menghapuskan kejelekan. Yang demikian itu
adalah peringatan bagi orang-orang yang mau berdzikir (mengingat).”
(Hud: 114)
Laki-laki tadi berkata kepada Rasulullah r: “Apakah ayat ini untukku?”
Rasulullah r menjawab: “Ayat ini bagi orang yang berbuat demikian dari
kalangan umatku.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)
Karena terfitnah dengan wanita, seorang laki-laki ingin berzina; dan
karena fitnah wanita, seorang laki-laki melakukan perbuatan yang
mengantar kepada zina (mencium), padahal Allah I telah memperingatkan:
“Janganlah kalian mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu
merupakan perbuatan keji dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra`: 32)
Karena begitu besarnya fitnah antara lawan jenis ini, Rasulullah r telah
memberikan bimbingan kepada umatnya agar mereka terjaga hingga tidak
terjatuh kepada fitnah tersebut. Di antara bimbingan tersebut adalah:
Firman Allah I yang artinya: “Katakanlah (ya Muhammad) kepada
orang-orang mukmin: “Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan
mata mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan-kemaluan mereka. Yang
demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah akan mengabarkan
apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminah:
“Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mata mereka dan
hendaklah mereka menjaga kemaluan-kemaluan mereka dan janganlah mereka
menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya
(tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan
kerudung-kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka
tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau
ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di
hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di
hadapan saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki
mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka,
atau di hadapan wanita-wanita mereka, atau budak yang mereka miliki,
atau laki-laki yang tidak punya syahwat terhadap wanita, atau anak
laki-laki yang masih kecil yang belum mengerti aurat wanita. Dan jangan
pula mereka menghentakkan kaki-kaki mereka ketika berjalan di hadapan
laki-laki yang bukan mahram, agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan dan hendaklah kalian semua bertaubat kepada Allah, wahai
kaum mukminin, semoga kalian beruntung.” (An-Nur: 30-31)
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta
wanita-wanitanya kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan
jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih
pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita
baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi maka mintalah
dari balik tabir. Yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati kalian dan
hati-hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)
Rasulullah r mengajarkan kepada para shahabat beliau untuk memberikan
hak pada jalan bila mereka terpaksa duduk-duduk di pinggirnya untuk
berbincang. Beliau bersabda:
“(Hak jalan adalah) kalian menundukkan pandangan, menahan gangguan,
menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)
Beliau r menuntunkan kepada para wanita:
“Apabila salah seorang wanita dari kalian hadir di masjid untuk
shalat ‘Isya, maka ia tidak boleh menggunakan wangi-wangian pada malam
itu.” (Shahih, HR. Muslim)
“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian kemudian ia melewati
sekelompok laki-laki agar mereka dapat mencium wanginya, maka wanita itu
pezina.” (Shahih, HR. Ahmad. Lihat Ash Shahihul Musnad mimma Laisa fish
Shahihain 2/9, karya Asy-Syaikh Muqbil t)
Beliau mengajarkan kepada para laki-laki:
“Hati-hati kalian dari masuk menemui para wanita yang bukan mahram!”
Lalu ada seseorang dari kalangan Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, apa
pendapatmu dengan ipar?” Beliau menjawab: “Ipar itu maut.” (Shahih, HR.
Al-Bukhari)
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang
wanita kecuali wanita itu didampingi oleh mahramnya.” Maka seorang
laki-laki berdiri untuk bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah,
istriku keluar untuk melaksanakan ibadah haji sementara aku telah
tercatat untuk ikut dalam peperangan ini dan itu.” Beliau berkata:
“Kembalilah engkau temui istrimu dan berhajilah bersamanya.” (Shahih,
HR. Al-Bukhari)
“Kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu
lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”
(Shahih, HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir. Lihat Ash-Shahihah
no. 226)
Aisyah x mengabarkan tentang keberadaan Rasulullah r yang selalu
menjauhi hal-hal yang dapat mengantarkan kepada fitnah:
“Demi Allah, tangan beliau tidak pernah sama sekali menyentuh tangan
seorang wanita yang bukan mahramnya ketika beliau membaiat mereka.
Tidaklah beliau membaiat mereka kecuali dengan ucapan: “Sungguh aku
telah membaiatmu dalam perkara itu.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ummu
Salamah x, salah seorang Ummahatul Mukminin berkata: “Apabila
Rasulullah r telah salam dari shalatnya (secara berjamaah di masjid,
pent.), berdirilah para wanita (untuk kembali ke rumah mereka, pent.)
segera setelah selesainya salam beliau, sementara beliau tetap tinggal
sebentar di tempatnya sebelum akhirnya beliau berdiri.” (Shahih, HR.
Al-Bukhari)
Rawi (periwayat) hadits ini berkata: “Kami memandang, wallahu a’lam,
beliau melakukan hal tersebut agar para wanita yang ikut shalat
berjamaah dapat kembali pulang ke rumah mereka tanpa sempat berpapasan
dengan laki-laki.”
Pernah suatu ketika Rasulullah r secara tidak sengaja melihat seorang
wanita maka beliau segera mendatangi Zainab x istrinya untuk
mengajaknya jima‘. Setelah selesai menunaikan hajatnya, Rasulullah r
keluar menemui para shahabat beliau, lalu beliau berkata:
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam bentuk setan dan
membelakangi dalam bentuk setan. Maka apabila seseorang dari kalian
melihat seorang wanita hendaklah ia ‘mendatangi’ istrinya, karena dengan
begitu dapat menolak apa yang ada di hatinya.” (Shahih, HR. Muslim)
Allah I dengan rahmat-Nya menetapkan adanya pernikahan juga dalam rangka
menjaga timbulnya fitnah. Rasul-Nya yang mulia bersabda memberi
tuntunan kepada para pemuda :
“Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah memiliki
kemampuan hendaklah dia menikah karena dengan nikah itu dapat lebih
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Adapun yang belum mampu maka
hendaklah dia puasa karena puasa itu merupakan tameng dari syahwat.”
(Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam naungan rumah tangga, seorang suami dan seorang istri diharapkan
dapat saling menjaga kehormatan masing-masing. Suami dapat menjaga
istrinya dan sebaliknya istri dapat menjaga suaminya. Dan
masing-masingnya mencukupkan diri dengan pasangan hidupnya yang sah,
tidak berpaling kepada apa yang tidak halal baginya.
Ketahuilah, fitnah lawan jenis pada akhirnya dapat mengantarkan kepada
zina, padahal Allah I telah mengharamkan perbuatan keji ini. Dan yang
perlu diketahui zina itu tidak hanya sekedar apa yang diperbuat oleh
kemaluan, karena Rasulullah r bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari
zina. Dia pasti akan mendapati hal itu. Maka zinanya mata dengan
melihat, zinanya lidah dengan berbicara, sementara jiwa itu
berangan-angan dan berkeinginan. Dan nantinya kemaluanlah yang akan
membenarkan itu seluruhnya dan yang mendustakannya.” (Shahih, HR.
Al-Bukhari)
Kita katakan dalam perkara ini “menjaga diri lebih baik daripada
mengobati.” Sebelum jatuh sakit karena penyakit yang ditimbulkan oleh
fitnah kemudian nantinya sulit untuk diobati, lebih baik menghindarkan
diri dari fitnah tersebut dan tidak dekat-dekat dengannya. Semoga Allah I
menjaga diri kita… Amin!
Wallahu a‘lam bish shawab.
Sumber : http://asysyariah.com/kisah-antara-dua-insan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar