عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا نَقُولُ التَّحِيَّةُ
فِي الصَّلَاةِ وَنُسَمِّي وَيُسَلِّمُ بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَسَمِعَهُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ قُولُوا
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ
أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ
عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
فَإِنَّكُمْ إِذَا فَعَلْتُمْ ذَلِكَ فَقَدْ سَلَّمْتُمْ عَلَى كُلِّ
عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ( صحيح البخاري)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا
بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ
اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ
دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ
دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ
اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ
الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ
اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ
بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur,
Yang Maha melimpahkan rahasia kemegahan dalam kerajaan alam semesta
sebagai tanda kemuliaanNya, sebagai tanda keluhuranNya, sebagai tanda
kesucian dan kewibawaanNya yang muncul pada semua yang ada di langit dan
di bumi, di udara, di darat, di atas tanah atau di bawah tanah, yang
tidak kesemua itu dapat dipelajari oleh manusia, namun setiap kali
manusia mempelajari sebagian kecil dari kesemua itu maka pastilah mereka
akan menemukan rahasia yang menakjubkan dalam setiap penciptaan itu.
Dimana jika kita dapat mendengar pembicaraan sebutir sel dari jutaan
ribu sel yang ada di tubuh kita, niscaya ia akan berkata kepada kita
agar kita tidak mempergunakannya dalam perbuatan hina, dan meminta kita
untuk mempergunakannya dalam melakukan sesuatu yang luhur.
Namun butiran-butiran sel yang tidak terlihat oleh mata itu tidak
Allah perdengarkan ucapan-ucapannya kepada manusia, dan jika manusia
mendengar pembicaraan semua butiran sel itu bahkan segala sesuatu yang
ada di alam semesta, maka kesemuanya akan menasihati manusia agar
meninggalkan kehinaan dan menuju apda keluhuran dan kemuliaan
,meninggalkan kehinaan menuju kesucian, meninggalkan kehinaan menuju
budi pekerti yang luhur, menuju kehidupan yang indah di dunia dan di
akhirat, demikianlah tuntunan sang pembawa risalah kedamaian dan
kelembutan, makhluk ciptaan Allah Yang paling ramah dan paling berlemah
lembut, yang paling berkasih sayang, sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Manusia yang paling berlemah lembut kepada siapa pun,
baik itu adalah teman atau musuhnya, baik itu adalah orang yang
dikenalnya atau tidak dikenal olehnya, bahkan kepada hewan dan tumbuhan
sekalipun, dan segala sesuatu ciptaan Allah subhanahu wata’ala.
Sungguh tiada yang lebih bersifat lemah lembut kepada semua makhluk
Allah melebihi sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan
Allah subhanahu wata’ala memberikan keluhuran kepada hamba-hambaNya,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaih wasallam dimana disebutkan
bahwa iman terbagi ke dalam beberapa bagian, dan bagian yang terendah
adalah imaathah al adzaa (menyingkirkan sesuatu yang membahayakan orang
dari jalan), dan bagian iman yang tertinggi adalah Laa ilaaha illallah.
Dimana kalimat luhur Laa ilaaha illallah jika ditimbang dengan semua
alam semesta maka ia akan jauh lebih berat, karena kalimat tersebut
menampung rahasia keagungan Sang Pencipta alam semesta dari tiada, Yang
Maha menciptakan kefanaan dan Maha Menciptakan keabadian, Yang
senantiasa menuntun manusia menuju keluhuran dengan perantara
hamba-hambaNya yang luhur yang pemimpin mereka adalah sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Dapat kita lihat bahwa ibadah yang paling
ringan dan mudah adalah yang hal itu merupakan bagian dari iman adalah
menyingkirkan suatu hal yang berbahaya di jalan, yang dapat mengganggu
orang yang melewatinya, maka perbuatan itu mendatangkan pahala bagi yang
mengerjakannya.
Dari hal ini dapat kita fahami bagaimana rahasia kasih sayang Allah
subhanahu wata’ala kepada hamba-hambaNya yang berpijar pada perbuatan
yang seakan tidak ada artinya yaitu sekedar menyingkirkan sesuatu yang
berbahaya di jalan, namun Allah subhanahu wata’ala memandang bahwa orang
yang melakukan hal tersebut memiliki sifat yang luhur, sehingga Allah
melimpahkan pahala baginya dan mengampuni dosanya. Maka perbuatan baik
sekecil apapun mampu menghapus dosa seseorang dengan maaf Allah
subhanahu wata’ala. Demikian rahasia kedermawanan Allah subhanahu
wata’ala Yang Maha Mengetahui bahwa hamba-hambaNya adalah makhluk banyak
berbuat dosa, karena jika manusia tidak ada yang berbuat dosa maka
untuk apa Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat pemaaf pada dzatNya,
justru Allah subhanahu wata’ala memilki sifat pemaaf karena Allah
mengetahui bahwa manusia selalu berbuat dosa. Namun berbeda antara maaf
dari Allah subhanahu wata’ala dan maaf dari makhluk, dimana perbuatan
maaf dari makhluk terbatas, sedangkan maaf dari Allah subhanahu wata’ala
tidak ada batas dan tidak ada yang menandinginya. Jika seseorang
berbuat salah kepada orang lain, maka ia akan segera menjauh darinya
untuk menghidari kemurkaannya, namun untuk menghindari kemurkaan Allah
subhanahu wata’ala bukanlah dengan menjauh dariNya akan tetapi dengan
mendekat kepadaNya, dimana Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Mampu
untuk murka kepada hamba yang berbuat dosa justru Allah berlemah lembut
kepada hamba yang berhak mendapat murka Allah, namun ia ingin mendekat
kepadaNya. Dimana Allah subhanahu wata’ala telah berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ( البقرة : 186 )
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”. ( QS. Al Baqarah : 186 )
Dan firmanNya :
قُلْ يَا عِبَادِيَ
الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ( الزمر : 53 )
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( QS. Az Zumar : 53 )
Sang Maha Mencintai dan Maha lemah lembut adalah Allah subhanahu
wata’ala, tiada yang lebih berlemah lebut dan berkasih sayang melebihi
Allah subhanahu wata’ala, dan Allah yang menciptakan sifat lemah lembut
dan kasih sayang pada makhluk. Maka ketika seseorang telah memahami
bahwa cara untuk menghindar dari kemurkaan Allah subhanahu wata’ala
adalah dengan mendekat kepadaNya, karena kita selalu berbuat kesalahan,
dimana mungkin kita sering mebicarakan keburukan atau aib orang lain,
atau menghina orang lain dan perbuatan dosa yang lainnya, maka
mendekatlah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan memperbanyak ibadah,
baik berupa shalat, shadaqah, ibadah haji atau umrah dan lainnya, bahkan
hanya sekedar dengan senyum kepada saudara seiman,
Disebutkan oleh guru mulia kita Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib
Umar bin Hafizh dalam kitab Is’aaf Thaalibii Ridhaa Al Khallaq, beliau
menukil salah satu hadits nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bahwa menggembirakan saudara seiman adalah lebih baik daripada
beri’tikaf selama 20 tahun di masjid An Nabawi di Madinah Al Munawwarah,
karena Allah subhanahu wata’ala menyukai hati hamba yang mempunyai
sifat baik kepada makhluk yang lainnya, Allah mencintai hamba-hamba yang
memiliki sifat-sifat baik, dan semakin seorang hamba memiliki
sifat-sifat baik maka Allah subhanahu wata’ala akan semakin mencintai
mereka. Sehingga yang layak kita fahami dari hadits yang tadi kita baca
adalah agungnya rahasia kesejahteraan (As salaam) yang diperintahkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita untuk
membacanya setiap selesai melakukan shalat bagi yang telah diberi taufiq
oleh Allah subhanahu wata’ala dalam melakukan shalat, yaitu dengan
mengetahui tata cara melakukan shalat dengan benar. Sehingga dalam hal
ini As salam, Allah menjadikannya sebagai rukun (fardhu) di dalam
shalat. Sebagaimana sayyidina Abdullah bin Mas’ud berkata : “ Dahulu
kami saling bersalam dan mendoakan kesejahteraan untuk sesama di dalam
shalat, namun nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar hal
itu dan beliau berkata dan memrintahkan kami untuk mengucapkan:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ
وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ
اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Segala penghormatan hanya milik Allah, dan juga segala shalat dan
kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu wahai Nabi, begitu
juga rahmat dan berkah-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada
kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
Yang hak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya”
Dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fath Al Bari
bisyarah Shahih Al Bukhari bahwa yang dimaksud hamba-hamba Allah yang
shalih adalah mereka adalah para malaikat dan para nabi sebelum kita
serta orang-orang shalih yang hidup sebelum kita. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa orang yang telah mengucapkan
hal tersebut maka sungguh ia telah bersalam (mendoakan kesejahteraan)
untuk semua hamba Allah yang shalih yang ada di langit dan bumi, mereka
dari golongan malaikat yang di langit atau manusia dan jin yang di bumi.
Sehingga kelak di akhirat mereka akan saling bertemu dan saling
berterimakasih meskipun sebelumnya di dunia mereka tidak salig mengenal
satu sama lain, karena Allah telah menyampaikan salam mereka ketika
mereka ucapkan di waktu shalat, sehingga hubungan ruh dan hati
tersambung, baik mereka yang kita kenal atau yang tidak kita kenal, baik
yang hidupa sezaman dengan kita atau yang tidak sezaman dengan kita,
baik mereka adalah dari golongan manusia atau bukan dari golongan
manusia. Maka dengan salam tersebut Allah subhanahu wata’ala
menjadikannya sebagai rantai mutiara yang kuat yang tidak bisa dilepas
dan dijaga oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga seseorang yang
melakukan shalat maka ia telah menyambung hubungan baik dengan
hamba-hamba yang shalih dengan salam yang mereka ucapkan di saat
tasyahhud. Yang mana hal itu akan menjadikan hubungan mereka kelak akrab
diantara satu dan lainnya, sebagaimana seseorang yang selalu mendoakan
kebaikan untuk orang lain lima kali dalam sehari namun mereka belum
pernah mengenal dan belum pernah berjumpa satu sama lain, dan setelah
beberapa lama kemudian mereka bertemu, dan orang yang didoakan tersebut
mendapat kabar bahwa orang tersebut selalu mendoakan kebaikan untuknya,
maka pastilah orang tersebut akan sangat berterima kasih kepadanya dan
memberikan sambutan yang sangat baik untuknya. Inilah ikatan kuat yang
disambungkan dengan hati atau ruh diantara sesama hamba Allah yang tidak
saling mengenal sebelumnya.
Adapun bersalam kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam tasyahhud hal itu adalah menyambung hubungan ruh dengan nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam minimal 9 kali dalam sehari dalam
shalat wajib 5 waktu, dan minimal 9 kali juga kita mendoakan
kesejahteraan untuk sesame hamba Allah yang shalih, dan tanpa kita
sadari kelak kita akan bertemu dengan mereka dan sekelompok dengan
mereka, demikian luhurnya tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Demikian penjelasan ringkas dari kalimat
وَسَلِّمْ dalam kitab Ar Risalah Al Jaami’ah.
Kalimat Salaam secara bahasa bermakna kesejahteraan atau keamanan.
Adapun dalam istilah kalimat Salaam adalah keamanan atau perlindungan
dari segala hal yang mencelakakan, maka ketika seseorang mengucapkan
salam berarti ia telah mendoakan keselamatan dan kesejahteraan untuk
orang lain. Tuntunan kita dalam Islam adalah kedamaian dan nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam dan semua para nabi adalah pembawa
kedamaian, mereka bukanlah orang yang bengis atau penguasa yang jahat,
meskipun banyak orang yang salah faham bahkan kaum muslimin sendiri
banyak yang terjebak dalam pemahaman sesat yang mengatakan bahwa nabi
adalah orang yang keras dan bengis, maka sungguh hal tersebut adalah
kekeliruan yang sangat besar yang sebagian orang ketahui dari buku-buku
sejarah yang diterjemahkan. Dalam masalah ketegasan maka tidak ada yang
lebih tegas dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu juga
dengan keberanian maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah
orang yang pengecut, namun kesemua itu tertutupi oleh sifat lemah lembut
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana kita ketahui dari kelembutan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, yang diantaranya adalah ketika seseorang berkumpul
(berjima’) dengan istrinya di siang hari bulan Ramadhan, yang mana hal
itu adalah termasuk dosa besar yang dapat menghapus dosa tersebut
diantaranya adalah dengan berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.
Kemudian orang tersebut datang kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam dan berkata : “Sungguh celaka aku, dan aku akan masuk ke dalam
api neraka”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Apa
yang membuatmu berkata demikian?”, ia berkata : “Aku telah berjima’
dengan istriku di siang hari bulan Ramadhan maka pastilah aku akan
celaka dan masuk neraka”, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Berpuasalah selama 2 bulan berturut-turut”, maka orang itu
berkata : “Wahai Rasulullah, aku adalah pekerja berat (kuli) sungguh aku
tidak mampu untuk melakukan puasa selama 2 bulan berturut-turut”, lalu
Rasulullah memerintahnya untuk memberi makan 60 orang miskin, dan ia pun
kembali berkata : “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang yang sangat
miskin jangankan untuk memberi makan 60 orang miskin, untuk memberi
makan keluargaku saja aku masih belum mampu mencukupinya”, dan apa yang
selanjutnya diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?,
padahal hukum sudah jelas mengatakan bahwa seorang yang berjima’ dengan
istrinya di siang hari bulan Ramadhan maka ia harus berpuasa selama 2
bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin, dan tentunya
orang yang paling tegas terhadap hukum syariat Islam adalah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam karena beliau lah pemimpin para muslimin.
Namun karena sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat
berlemah lembut, sehingga ketika mendapati orang tersebut tidak mampu
melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam rumah beliau dan
mengelurakan sekitar setengah karung kurma dan berkata kepada orang
tersebut : “ Berikanlah kurma ini kepada orang yang paling miskin di
Madinah Al Munawwarah”, lihatlah kelembutan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dimana orang lain yang berbuat dosa namun beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam yang menebusnya. Kemudian orang tersebut
berkata : “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akulah orang
ynag paling miskin di Madinah”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata : “Jika demikian maka kurma itu untukmu”, demikian
indahnya budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jadi hukum perlu kebijaksanaan, dan jangan kita memandang setiap hukum
dari satu pihak dan langsung memutuskannya, namun semua itu harus kita
ketahui bagaimana yang diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana ketika seseorang datang kepada sayyidina Umar bin
Khattab Ra dan berkata : “Wahai Khalifah Umar, seorang tetanggaku telah
mencuri maka potonglah tangannya”, sayyidina Umar berkata : “Apakah
betul engkau telah mencuri dari rumah tetanggamu”, orang tersebut
berkata : “Iya betul aku telah mencuri”, lantas sayyidina Umar berkata :
“Apa yang membuatmu berbuat hal itu?”, maka orang itu menjawab : “Aku
sangat merasa lapar dan tidak lagi mampu menahannya”, lantas sayyidina
Umar berkata : “Jika demikian maka engkau (yang dicuri) yang akan diberi
hukuman”, maka orang yang dicuri menolak dan berkata : “Wahai khalifah
mengapa justru aku yang akan dihukum, sedangkan dialah yang telah
mencuri dari rumahku”, maka sayydina Umar bin khattab RA berkata : “Iya
karena engkau tidak mengetahui bahwa tetanggamu kelaparan, sehingga
engkau telah menterlantarkannya”, demikian kebijakan para sahabat dalam
menjalankan hukum syariat Islam.
Oleh sebab itu kita harus memahami dan mendalami semampu kita
perbuatan-perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak
mudah tertipu dengan kejadian-kejadian yang sering kita temui dalam
kehidupan kita, yang diantara mereka melakukan bom bunuh diri dimana hal
ini merupakan perbuatan yang mengakibatkan pelukunya murtad dan
jelas-jelas telah dilarang dalam syariat Islam, sehingga tidak ada satu
madzhab pun yang memperbolehkan bom bunuh diri. Sebagaimana beberapa
macam hal pembunuhan dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alahihi
wasallam seperti dilarang membunuh anak-anak, dilarang membunuh wanita,
dilarang membunuh orang yang tidak bersenjata, dilarang membunuh orang
yang tidak menyerang, namun kesemua larangan itu dilanggar dengan
seseorang melakukan bom bunuh diri, yang mungkin mereka menganggap hal
tersebut adalah sebuah keberanian, justru hal tersebut adalah sifat
pengecut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengahadiri
perang sebanyak 27 kali semasa hidup beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam, dimana beliau tidak pernah memulai peperangan tersebut kecuali
kelompok musuh lah yang memulai menyerang Islam, dan ketika terjadi
perang pun maka beliau memerintah ummat Islam dalam peperangan tersebut
diantaranya untuk tidak memukul atau membunuh wanita dan anak-anak,
tidak pula memukul bagian wajah, tidak menyerang orang yang tidak
bersenjata. Sebagaimana dalam perang Hunain ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar bahwa para musuh telah berkumpul
untuk menyerang Madinah Al Munawwarah, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pun keluar bersama kaum muslimin sebelum mereka sampai
ke Madinah Al Munawwarah, dan ketika dalam peperangan para musuh mulai
menyerang dari sela-sela, sehingga kaum muslimin bercerai-berai dan
bukan karena takut namun karena mereka kebingungan menghadapi serangan
musuh berupa anak panah, tombak dan lainnya yang berasal dari segala
penjuru, maka melihat keadaan tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam langsung memacu kuda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
mengarah kepada musuh dan berkata :
أنَا النبيُّ لاَ كَذِبْ أنَا ابْنُ عَبْدِ المُطَّلِب “
Aku adalah seorang nabi dan bukan suatu kebohongan, aku adalah cucu
Abdul Mutthallib”. Para sahabat menghalangi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam untuk maju karena khawatir terhadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dari serangan-serangan musuh. Demikian
keberanian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau juga
bersifat lemah lembut dan berkasih sayang. Ketika perang Badr Al Kubra
telah selesai, dimana ketika itu jumlah kaum muslimin 313 dan jumlah
kaum kuffar adalah 3000 namun demikian kemenangan ada pada kaum
muslimin, karena kaum muslimin adalah orang-orang yang penyabar, yang
mana kemarahan orang yang penyabar sangat berbeda dengan orang yang
pemarah, dimana orang yang penyabar ketika marah maka ia marah dengan
kekuatan Allah subhanahu wata’ala, sehingga jumlah pasukan muslimin
sebanyak 313 mampu mengalahkan kaum kuffar, sehingga sebagian dari kaum
kuffar mundur dan sebagian yang lain tertangkap, namun Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada para sahabat : “Mereka
adalah orang sekampung kita, apakah kalian akan menangkap orang yang
sekampung dengan kita?!”, indahnya budi pekerti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang berpijar dalam setiap waktu dan zaman dari
generasi ke generasi, dari guru ke guru, dari para penuntun keluhuran.
Dan di saat ini kita berada pada bulan yang mengingatkan kita pada
anugerah besar yang diberikan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam yaitu bulan Rajab yang di bulan inilah diturunkannya perintah
shalat ketika peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pada tanggal 27 Rajab.
Hadirin yang dimuliakan Allah Selanjutnya kita bermunajat dan bedoa
kepada Allah subhanahu wata’ala semoga acara akbar malam Isra’ Mi’raj di
Monas dengan disertai dzikir Ya Allah sebanyak 1000 x semoga
berlangsung sukses zhahir dan bathin. Telah disampaikan kabar tentang
acara ini kepada guru mulia Al Habib Umar bin Hafizh dan beliau bersedia
untuk memberi sambutan lewat streaming dari Tarim Hadramaut insyaallah.
Kita berdoa semoga Allah subhanahu wata’ala mengampuni seluruh dosa
kita dan dosa kedua orang tua kita, dan semoga Allah melimpahkan
tuntunan hidayah dan tuntunan kebenaran bagi mereka yang berada dalam
kerusakan aqidah atau ketidakfahaman dalam menjalankan syariat yang
sebagaimana mestinya, Allah subhanahu wata’ala berfirman :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ( البقرة : 185 )
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”. ( QS. Al Baqarah : 185 )
Allah subhanahu wata’ala senantiasa memberikan yang mudah untuk
hamba-hambaNya. Dan diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa sayyidah
Aisyah Ra berkata bahwa jika dipilihkan kepada Rasulullah dua hal maka
pastilah beliau akan memilih yang paling mudah untuk ummatnya,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :
يَسِّروا ولا تُعَسِّروا ، وبَشِّروا ولا تُنَفِّرُوا
“Permudahlah jangan mempersulit, berilah kabar gembira jangan menakut-nakuti”
Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu membimbing masa depan kita
dan melimpahkan kebahagiaan kepada kita di dunia dan akhirat, amin
allahumma amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله...
ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ
اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ
اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ
وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ
وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.